Istilah KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) sudah menjadi istilah yang begitu akrab ditelinga orang Kristen dari berbagai denominasi dan organisasi. Istilah ini muncul dan menjadi ciri khas dari gereja-gereja beraliran Pentakosta dan Kharismatik sejak tahun 70-an dan menjadi istilah yang akrab sekitar tahun 1990-an hingga kini.
Karakteristik
ibadah-ibadah dalam KKR meliputi khotbah yang ringan dan impresif,
penyembuhan massal, pujian dan penyembahan, ibadah yang tidak terikat
liturgi, pembahasan mengenai kuasa Yesus, pengusiran roh-roh jahat,
pengurapan dengan minyak, kotbah perihal akhir zaman dan kekudusan,
bahkan ajaran perihal Teologi Sukses atau Teologi Kemakmuran yang biasa
disebut Teologi Anak Raja.
Namun
demikian apakah hakikat Kebangunan Rohani itu? Benarkah
kebaktian-kebaktian KKR yang merebak sekitar tahun 1990-an hingga
sekarang merupakan kebangunan rohani yang sejati? Sebelum kita membahas
pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita akan meninjau secara singkat latar
belakang kemunculan fenomena Kebaktian Kebangunan Rohani yang menjadi
ciri dan karakter gereja-gereja beraliran Pentakosta dan Kharismatik.
Latar Belakang
Tidak
ada satupun gerakan modern yang tidak menemukan bentuknya yang
sekarang yang tidak memiliki akar sejarah dan pengaruh dari
gerakan-gerakan sebelumnya. Demikian pula dengan peribadatan KKR,
memiliki sumber dan akar dari gerakan-gerakan sebelumnya di masa lalu.
Ada dua gerakan yang memberikan pengaruh secara tidak langsung yaitu Pietisme dan Great Awakening.
Pengaruh Pietisme
Richard Kennedy memberikan definisi singkat sbb: “A seventeenth century German Protestan Movement”
(Gerakan kaum Protestan Jerman di Abad XVII)[1]. Pdt. Leonard
Hale,MTh., memberikan catatan pendahuluan mengenai Pietisme sbb: “Tanpa
Pietisme tidak bisa dibayangkan bagaimana Injil bisa masuk ke
Indonesia, sebab tokoh-tokoh pekabaran Injil yang bekerja di Indonesia
melalui badan-badan pekabaran injil adalah tokoh-tokoh yang dipengaruhi
Pietisme”[2]
Pietisme
lahir sebagai reaksi terhadap kebekuan dalam kehidupan iman dan
peribadatan gereja-gereja di Jerman. Istilah Pietisme pertama kali
muncul sekitar tahun 1677 di Darmstadt Jerman di kalangan Lutheran untuk
menamai beberapa kelompok orang yang memiliki kehidupan saleh
(Collegia Pietatis). Sejak tahun 1669 Jacob Spener bangkit menjadi
pemimpin gerakan ini dan menerbitkan buku dengan judul Pia Desideria
untuk memberikan dasar bagi seluruh kegiatan praktis tersebut. Alasan
Spener membentuk kelompok-kelompok kesalehan dikarenakan Jerman sedang
dilanda kemerosotan moral yang dahsyat akibat peperangan 30 tahun
antara Roma Katolik dan gereja Reformasi (1618-1648). Sekalipun perang
telah berakhir dengan ditandai adanya Perjanjian Munster tahun 1648
namun kerusakan sosial dan moral yang ditinggalkan telah merusak
sendiri-sendi kehidupan sosial dan keagamaan[3]. Gerakan Pietisme tidak
begitu kuat pengaruhnya di kalangan Calvinis di Prancis karena pada
dasarnya ajaran Predestinasi dan disiplin kerohanian yang dianjurkan
Calvin sendiri begitu ketat dan telah diterapkan sebagai gaya hidup
keseharian[4].
Sesuai dengan namanya, Pietisme menekankan kesalehan hidup. Kesalehan ini diekspresikan dalam empat wilayah yaitu:[5]
Natura Pietatis
Kaum
Pietis percaya bahwa sifat dasar manusia itu baik. Sifat dasar ini
menjadi rusak poleh karena dosa. Melalui kelahiran kembali maka sifat
dasar manusia yang telah berdosa dapat dipulihkan menjadi baik kembali.
Kelahiran kembali bukan berarti peristiwa yang sudah selesai namun
merupakan sebuah proses yang menuju kesempurnaan. Oleh karenanya
dikembangkan pola devosi seperti pembacaan kitab suci, persekutuan doa,
berpuasa dll.
Collegia Pietatis
Kaum
Pietis menekankan kehidupan personal atau individual serta komunal
untuk mengenal dan mengalami Tuhan secara pribadi. Oleh karenanya
mereka bergiat dalam persekutuan-persekutuan kesalehan.
Praksis Pietatis
Kaum
Pietis tidak berminat dalam teologi dan perdebatan-perdebatan seputar
tafsir Kitab Suci. Mereka gemar menjalani kehidupan praktis yang saleh.
Salah seorang pemimpinnya bernama Lewis Bayly menuliskan buku
berjudul Practice of Piety memberikan pedoman kehidupan kudus
keseharian mulai dari doa-doa harian hingga pedoman menghadapi penyakit
dan penderitaan. Demikian pula William Ames menuliskan buku dengan
judul Medulla Sacrae Theologiae. Dalam buku ini Ames mengatakan bahwa
doktrin bergaul dengan iman, hidup bergaul dengan ketaatan dan keduanya
dirangkul oleh suara hari. Suara hati tidak boleh dibatasi hanya pada
kehidupan individu namun dia harus mencapai kehidupan yang lebih luas
yaitu masyarakat.
Reformatio Pietatis
Kaum
Pietis menganggap reformasi Luther belum selesai dan tidak menyeluruh.
Luther tidak membahas perihal moral dan kesalehan, sehingga Spener
menuliskan gagasannya dalam buku Pia Desideria dan berbagai tulisan
bernada apokaliptik dan ramalan mulai dikembangkan seperti Bengel yang
meramalkan kedatangan Mesias yang kedua kali.
Pengaruh Great Awakening
The Great Awakening (Kebangunan Besar) diartikan sebagai, “religious revival in American religious history”
(kebangunan keagamaan dalam sejarah keagamaan Amerika)[6]. The Great
Awakening pun merupakan dampak dari gerakan Pietisme Jerman. Jika di
Inggris, muncul Gerakan Metodis yang berasal dari Gereja Anglikan oleh
dua bersaudara bernama John Wesley (1703-1791) dan Charles Wesley.
Sementara di Amerika muncul The Great Awakening yang meliputi empat
gelombang besar yaitu:[7]
Great Awakening I
Ketika
Amerika mengalami kemerosotan moral bangkitlah tokoh bernama Jonathan
Edward (1703-1758) Menurut Stanford Encyclopedia of Philosophy, Edward
dijuluki is widely acknowledged to be America's most important and original philosophical theologian,"
(yang secara luas diakui sebagai orang Amerika terpenting dan teolog
yang memiliki filsafat yang asli)[8] . Edwards dikenal luas dengan
banyak buku yang dia tulis al., The End For Which God Created the World; The Life of David Brainerd, yang menginspirasi banyak para misionari untuk pergi di Abad XVIII; bukunya yang berjudul Religious Affections,masih menjadi rujukan kaum Evanggelikal hingga kini.
Edward
pun produktif menuliskan kotbah-kotbahnya. Dari sekian kotbahnya salah
satunya yang mendatangkan kebangunan rohani besar dengan judul Sinners in the Hands of an Angry God
(Orang-orang Berdosa di Tangan Tuhan Yang Murka) di Enfield,
Connecticut tahun 1741. Jonatan Edward melukiskan suasana ketika kotbah
itu dibacakan sbb: “Hampir setiap hari orang dari segala lapisan
masyarakat dan umur, memberikan perhatian kepada peristiwa-peristiwa
keagamaan dan dunia yang kekal. Yang kedengaran dimana-mana dan kapan
saja hanyalah percakapan tentang hal-hal spiritual dan hidup kekal”[9]
Tony Lane memberikan gambaran mengenai kotbah terkenal tersebut sbb: “Edwards
adalah pembela dan sekaligus pengritik kebangunan rohani zamannya. Di
dalam kotbahnya Sinners in the Hands of an Angry God (Orang-orang
Berdosa di Tangan Tuhan Yang Murka), dia menekankan secara khusus
tentang murka Tuhan, menyebabkan kebangkitan rohani.[10] Selanjutnya Tony Lane mengutip isi kotbah Edwards sbb: “(Tuhan)
yang menaruh kamu di atas lubang neraka, sama seperti kalau orang
menaruh serangga yng memuakkan di atas api, membenci kamu dan
amarah-Nya yang mengerikan telah dibangkitkan. murka-Nya terhadapmu
membara seperti api; Ia menganggap kamu tidak pantas untuk yang lain
daripada melempar kamu ke dalam api. Mata-Nya murni dan tidak tahan
melihat kamu. Kamu sepuluh ribu kali leboih buruk di dalam mata-Nya
daripada ular berbisa yang paling dibenci dalam mata kita. Kamu sudah
menghina-Nya leboih dari seorang pemberontak melawan tuannya. Toh hanya
tangan Dia yang menahan kamu dan jatuh ke dalam api setiap saat”[11]
Bukan
hanya dampak spiritual yang terjadi, namun kebangunan rohani tahap
pertama ini menimbulkan perubahan politik. Joseph Tracey dalam bukunya
The Great Awakening menyitir bahwa kebangunan rohani pertama ini
menjadi cikal bakal terjadinya Revolusi Amerika dan berkembangnya
demokrasi[12]
Great Awakening II
Tokoh gerakan kebangunan rohani tahap kedua adalah Charles Grandison Finney (1792-1875) Barry Hankins, dalam bukunya The Second Great Awakening and the Transcendentalists menjuluki Finney sebagai The Father of Modern Revivalism (Bapak Kebangunan Rohani Modern)[13]. Beliau dikenal dengan kotbah yang extemporaneous preaching
(kotbah tanpa persiapan)[14]. Gerakan ini pun berdampak sehingga
muncullah berbagai aksi-aksi sosial dalam menentang perbudakan di
Amerika[15]
Jika
Edward berlatar belakang seorang teolog maka Finney berlatar belakang
seorang pengacara. Tahun 1835, dia menuju Ohio dimana dia kemudian
menjadi profesor dan presiden Oberlin College dari 1851 sampai 1866.
Sejak itu dia tekun dalam membela persamaan dan hak-hak kaum wanita dan
kulit hitam.
Dalam buku berjudul The Memoirs of Charles G. Finney, The Complete Restored Text,
oleh Garth Rosell dan Richard Dupuis dikatakan bahwa Finney pernah
menjadi anggota perkumpulan rahasia Fremasonry tingkat 3 selama 8 tahun
namun kemudian dia meninggalkannya[16].
Finney pernah mengatakan demikian, "I
soon found that I was completely converted from Freemasonry to Christ,
and that I could have no fellowship with any of the proceedings (cara kerja) of the lodge. Its oaths appeared to me to be monstrously profane (sangat duniawi) and barbarous."[17]
(Segera saya mendapatkan bahwa saya harus bertobat dari Freemasonry
kepada Mesias dan saya tidak dapat melakukan persekutuan dengan
berbagai cara kerja loji. Sumpah Freemasonry nampak bagiku menjadi
seperti sangat duniawi dan barbarik). Finney mendapati bahwa organisasi
ini sangat berbahaya dan menentang pemerintahan terbukti dengan dugaan
keterlibatan organisasi ini dalam pembunuhan William Morgan[18]
Finney
secara luas menuliskan perihal Freemasonry, dan dia menjadi pelawan
yang kokoh. Ada sekitar 200 surat terkait Masonrydalam artikel-artikel
pribadinya dan diapun menerbitkan buku dengan judul The Character, Claims, and Practical Workings of Freemasonry pada tahun 1869[19]
Salah satu karyanya yang terkenal Religious Revival dan dituliskan kembali dengan judul Revival Lecture dalam 5 bab oleh Fleming H. Revell Company. Dalam bukunya tersebut, Finney mendefinisikan arti kebangunan rohani sbb: I said that a revival is the result of the right use of the appropriate means The means which God has enjoined for the production of a revival, doubtless have a natural tendency to produce a revival[20] (kebangunan
rohani adalah hasil dari penggunaan yang tepat dari sebuah alat.
Sebuah cara atau alat dimana Tuhan memerintahkan untuk menghasilkan
sebuah kebangunan, tanpa keraguan akan menghasilkan kecenderungan
alamiah untuk menghasilkan kebangunan rohani).
Selanjutnya beliau menjelaskan makna kebangunan secara rinci dalam lima pont sbb:
- A revival always includes conviction of sin on the part of the Church (Sebuah kebangunan rohani termasuk pengakuan terhadap dosa sebagai bagian dari Gereja)
- Backslidden Christians will be brought to repentance (Orang Kristen yang kembali melakukan kehidupan yang lama harus mengalami pertobatan)
- A revival is nothing else than a new beginning of obedience to God (Sebuah kebangunan rohani tiada lain sebuah tahapan baru bagi ketaatan kepada Tuhan)
- Christians will have their faith renewed (Orang-orang Kristen akan senantiasa memperbarui keimanan mereka)
- A revival breaks the power of the world and of sin over Christians (Sebuah kebangunan rohani akan menghancurkan kekuatan duniawi dan dosa terhadap orang-orang Kristen)
- When the Churches are thus awakened and reformed, the reformation and salvation of sinners will follow[21] (Ketika gereja-gereja dibangunkan dan dibarui maka pembaruan dan keselamatan para pendosa akan terjadi)
Great Awakening III
Setelah
Perang Saudara di Amerika antara tahun 1861 sampai 1865 muncullah
kebangunan rohani tahap ketiga dengan tokohnya Dwight L. Moody. Moody
adalah seorang awam yang bergiat dalam pemberitaan Injil bersama
penyanyi country bernama Ira Sankey. Sekalipun seorang awam namun Moody
terlatih dalam soal-soal Kitab Suci dan berhasil mendirikan Moody Bible Institute dan mendirikan Young men Christian Association (YMCA).
Great Awakening IV
Usai
Perang Dunia II maka muncullah kebangunan rohani keempat di Amerika
sekitar tahun 1920-1930. Gerakan ini muncul untuk melawan Liberalisme
dan Modernisme yang menyerang gereja dimana paham tersebut menafikkan
peran Tuhan dan mukjizat dalam kehidupan Kristen.
Tokoh
kebangunan rohani periode ini adalah Billy Graham yang dikenal pada
tahun 1950an sebagai pengkhotbah televisi dan pendiri Campus Crusade
for Christ (CCC). Pada tahun 1970-an gerakan ini mengalami kemajuan
karena Presiden Jimmy Carter berasal dari kelompok ini.
Kelompok
kekristenan di periode ini memunculkan mazhab Evangelikalisme atau
Injili sebagai respon terhadap Liberalisme dan Modernisme di bidang
teologi. Di Indonesia ditandai dengan hadirnya Yayasan Persekutuan
Pekabaran Injil di Indonesia (YPPII) pada tahun 1961 dan Institut
Injili Indonesia (I3) pada tahun 1959 serta Seminari Alkitab Asia
Tenggara (SAAT) di kota Malang
Pengaruh Holiness Movement
Pdt. DR. Jan S. Aritonang memberikan penjelasan sbb, ”Sejak
dasawarsa 1860-an banyak orang di lingkungan Metodis dan gereja-gereja
lain yang menganut ajaran ini ,yang melihat bahwa kesucian hidup
semakin kurang dipelihara. Mereka pun menghidupkan kembali ajaran dan
praktek ini, sehingga muncullah apa yang dinamakan Geraka Kesucian
(Holiness Movement), seiring dengan Kebangunan Besar Kedua (Second
Great Awakening)”[22]
Gerakan Kesucian ini hampir bertumpang tindih dengan The Great Awakening (Kebangunan Besar) namun bukan dimulai di zaman Jonathan Edward melainkan di zaman C.H. Finney pada saat Second Great Awakening. Saya kembali mengutipkan penjelasan DR. Jan Aritonang mengenai perkembangan Gerakan Kesucian ini sbb: “Gerakan
kesucian ini muncul kepermukaan secara bergelombang. Setelah gelombang
pertama yang dipelopori Finney, datang gelombang berikutnya pada akhir
dasawarsa 1850-an, dipeolopori oleh Ny. Phoebe Palmer dkk, anggota
gereja Metodis di New York. Mereka menyelenggarakan sejumlah perjalanan
kebangunan rohani dan mendirikan banyak pusat kesucian atau pusat
kegiatan orang-orang yang sudah disucikan, yang biasanya berbentuk camp
meeting (pertemuan di perkemahan) salah satu bentuk pertemuan yang
dipelopori oleh dan menjadi tradisi di kalangan Metodis....Gelombang
ketiga dan terbedar sejak parohan kedua dasarwarsa 1860-an, segera
setelah Perang Saudara di AS (1860-1865). Masa sesudah perang itu
ditandai oleh depresi moral;...Ditengah situasi seperti itu kembali
angin gerakan kesucian bertiup kencang, dengan para pendeta Metodis
sebagai penganjurnya antara lain William B. Osborn dan John S. Inkip.
Mereka menyelenggarakan serngkaian ‘camp meeting’ yang berskala nasional
dengan nama ‘National Camp Meeting Association for the Promotion of
Holiness’. Rangkaian pertemuan itu, antara lain menghasilkan National
Holiness Movement dan National Holines Assocation yang mencapai
puncaknya pada tahun 1880-an. Mereka yang tergabung di dalamnya mengaku
mengalami penyucian dan kesempurnaan hidup sebagai berkat kedua”[23]
Kebaktian Kebangunan Rohani & Teologi Sukses
Seperti
telah diuraikan sebelumnya bahwa Kebaktian Kebangunan Rohani yang
muncul disekitar tahun 1990-an memiliki karakteristik sbb: khotbah yang
ringan dan impresif, penyembuhan massal, pujian dan penyembahan,
ibadah yang tidak terikat liturgi, pembahasan mengenai kuasa Yesus,
pengusiran roh-roh jahat, pengurapan dengan minyak, kotbah perihal akhir
zaman dan kekudusan, bahkan ajaran perihal Teologi Sukses atau Teologi
Kemakmuran yang biasa disebut Teologi Anak Raja.
Corak
atau karateristik di atas sebenarnya telah menyimpang jauh dari
gerakan-gerakan yang terdahulu meskipun masih ada yang masih memiliki
gaungnya sampai hari ini yaitu kekudusan, hubungan pribadi dengan
Tuhan, pengusiran roh-roh jahat. Corak dan karateristik yang menyimpang
adalah konsep mengenai Teologi Sukses atau Teologi Kemakmuran. Ir.
Herlianto, MTh., memberikan kesimpulan mengenai latar belakang
kemunculan Teologi Anak Raja sbb: “Dengan adanya dua hal di atas
yaitu meningkatnya perekonomian jemaat kota besar dan kejenuhan hidup
di kota besar, maka ibadat gaya Teologi Sukses cenderung makin populer,
karena merupakan kompensasi kejiwaan yang menarik dan diinginkan
manusia, sekalipun ibadat demikian tidak memberikan dampak spiritual
yang mendalam. Ibadat yang menawarkan spiritualityas semu tanpa
mempersoalkan perlunya etika Kristen selalu akan menarik hati manusia!”[24]
Beberapa
tokoh penganjur Teologi Sukses yang memakai media Kebaktian Kebangunan
Rohani antara lain Jim Backer dengan siaran TV Praise the Lord (PTL),
Oral Robert, Benny Hinn, dll. Di Korea kita mengenal nama Pdt. Yonggi
Cho pendiri gereja mewah dengan nama Yoido Full Gospel Church.
Ir. Herlianto, MTh., memberikan deskripsi mengenai penyebaran ajaran Teologi Sukses melalui Kebaktian Kebangunan Rohani sbb: “Penyebaran
di Indonesia juga dipopulerkan melalui ajaran-ajaran penginjil Sukses
dan membangun Praise Center dan disamping itu, penyebaran ajaran sukses
demikian diramaikan dengan outreach yang banyak menggunakan
tempat-tempat mewah seperti hotel-hotel berbintang, restoran-restoran
mewah, kelab malam maupun gedung-gedung megah lainnya”[25]
Jika
kebangunan rohani di Abad XVII mengimbas dalam perubahan sosial
politik khususnya saat terjadi Great Awakening I di Amerika di masa
Jonatan Edward hidup sehingga menghasilkan Revolusi Amerika dan
terciptanya Demokrasi, namun gerakan kebangunan rohani akhir-akhir ini
justru menjauh dari spirit pembebasan dan lebih cenderung kepada
kompensasi atas kejenuhan hidup di kota besar dan penekanan pada
materialisme dengan ajaran Teologi Suksesny
Apakah Kebangunan Rohani Sejati itu?
Saya akan ulangi kotbah C.H. Finney mengenai arti Kebangunan Rohani dalam Revival Lecture. Dalam bukunya tersebut, Finney mendefinisikan arti kebangunan rohani sbb: I said that a revival is the result of the right use of the appropriate means. The means which God has enjoined for the production of a revival, doubtless have a natural tendency to produce a revival[26] (kebangunan
rohani adalah hasil dari penggunaan yang tepat dari sebuah alat.
Sebuah cara atau alat dimana Tuhan memerintahkan untuk menghasilkan
sebuah kebangunan, tanpa keraguan akan menghasilkan kecenderungan
alamiah untuk menghasilkan kebangunan rohani).
Finney
menegaskan bahwa kebangunan rohani adalah HASIL dari sebuah ALAT yang
dipergunakan dengan tepat. Apakah alat yang dimaksudkan? Finney
menjelaskan, “In the Bible, the Word of God is compared to grain,
and preaching is compared to sowing the seed, and the results to the
springing up and growth of the crop. A revival is as naturally a result
of the use of the appropriate means as a crop is of the use of its
appropriate means” (Dalam Kitab Suci, Firman Tuhan disamakan dengan
benih padi dan kotbah disamakan dengan penabur benih dan hasilnya
adalah berseminya dan bertumbuhnya hasil panen. Kebangunan rohani
secara alamiah adalah hasil dari penggunaan yang tepat alat sebagaimana
hasil panen adalah merupakan hasil dari penggunaan yang tepat).
Dua
kata kunci untuk memahami dan mengalami kebangunan rohani berdasarkan
perspektif Finney yaitu Firman Tuhan dan Pemberitaan Firman Tuhan. Jika
Firman Tuhan disampaikan dengan benar dan berkuasa, maka setiap orang
akan mengalami sentuhan rohani. Jika Firman Tuhan disampaikan tanpa
sebuah pemahaman yang mendalam, maka akan menghasilkan damai yang semu.
Bagaimana Firman akan menjadi kekuatan yang mengubahkan seseorang jika
ada para pendeta atau mahasiswa teologia yang menganut Liberalisme
mengatakan bahwa Kitab Suci hanyalah tulisan manusia belaka? Beberapa
sekolah teologia beraliran Liberal tidak menaruh sikap hormat atas
otoritas Kitab Suci dan memandangnya sama seperti buku-buku sastra kuno
lainnya yang bisa dengan sembarangan dikritisi tanpa batasan-batasan
metodologis.
Jika
Firman Tuhan dibaca tanpa sebuah keimanan atas apa kita baca,
bagaimana mungkin akan terjadi kebangunan rohani? Baru-baru ini saya
menanggapi dan terlibat perdebatan sengit dengan seorang pendeta yang
mengatakan bahwa kita harus membaca Kitab Suci terlepas dari keimanan.
Bahkan dia mengatakan bahwa mukjizat yang dialami orang Kristen
sebenarnya merupakan “ideological conditioning process” (proses
pengondisian ideologi) yang ditanamkan secara neurologis dalam otak
saja sehingga seolah-olah dia merasa bahwa nama Tuhan telah
menyembuhkan.
Selanjutnya Finney menjelaskan makna kebangunan secara rinci dalam lima pont sbb:
- A revival always includes conviction of sin on the part of the Church (Sebuah kebangunan rohani termasuk pengakuan terhadap dosa sebagai bagian dari Gereja)
- Backslidden Christians will be brought to repentance (Orang Kristen yang kembali melakukan kehidupan yang lama harus mengalami pertobatan)
- A revival is nothing else than a new beginning of obedience to God (Sebuah kebangunan rohani tiada lain sebuah tahapan baru bagi ketaatan kepada Tuhan)
- Christians will have their faith renewed (Orang-orang Kristen akan senantiasa memperbarui keimanan mereka)
- A revival breaks the power of the world and of sin over Christians (Sebuah kebangunan rohani akan menghancurkan kekuatan duniawi dan dosa terhadap orang-orang Kristen)
- When the Churches are thus awakened and reformed, the reformation and salvation of sinners will follow[27] (Ketika gereja-gereja dibangunkan dan dibarui maka pembaruan dan keselamatan para pendosa akan terjadi)
Jika
kita telah mengalami perubahan sikap hidup dari perbuatan yang
cenderung memenuhi hasrat nafsu keduniawian menuju hasrat untuk
mencintai Tuhan dan mengenalnya lebih dalam maka disitulah telah terjadi
kebangunan rohani yang sejati.
Jika
kita mengalami perubahan orientasi hidup dari sikap hidup
materialistik dan konsumeristik menuju kehidupan yang berbagi kekayaan
dengan mereka yang tidak mampu dan membutuhkan pertolongan, inilah
kebangunan rohani yang sejati.
Jika
kita meninggalkan sikap hidup yang bergelimang dosa seperti berjudi,
berzinah, sihir, perdukunan, intrik dll dan melaksanakan kehidupan yang
wajar dan bersih, inilah kebangunan rohani yang sejati.
Jika
suatu kelompok umat beriman dalam suatu organisasi gereja memiliki
kepedulian satu sama lain, saling menopang dan mendoakan, saling
menolong dan membantu, inilah kebangunan rohani yang sejati.
Sayangnya,
akhir-akhir ini telah terjadi pemahaman yang keliru mengenai
kebangunan rohani yang dipersempit pada bentuk-bentuk artifisial
(luaran) seperti kebaktian dengan mengundang pembicara terkenal dengan
disertai artis-artis ibukota dan iringan musik band modern yang jauh
dari suasana sakral dan khusyuk. Kebangunan rohani hanya dimaknai
secara sempit sebagai bentuk penyembuhan dan pengusiran setan oleh nama
Yesus Sang Mesias.
Ketahuilah,
jika hal-hal di atas menjadi ukuran suatu kebangunan rohani, maka kita
belum memasuki pada pemahaman terhadap kebangunan rohani yang sejati.
Hal-hal tersebut di atas barulah sebagian kecil aspek kebangunan rohani
dan bukan essensi kebangunan rohani yang sejati.
Apakah Pengusiran Setan dan Penyembuhan adalah Bukti Bagi Kebangunan Rohani? Studi Kasus Matius 7:22-23
Saya
telah melakukan pelayanan eksorcisme (pengusiran roh-roh jahat) dalam
tubuh seseorang atau di suatu rumah sejak tahun 1997. Bahkan Skripsi
S-1 Teologia saya mengkhususkan diri mengenai penggunaan kuasa Yesus
Sang Mesias dalam mengalahkan kuasa jahat. Namun saya tidak memandang
bahwa itu merupakan bukti bahwa setiap orang yang telah mengalami
kesembuhan adalah orang-orang yang telah mengalami kebangunan rohani.
Kebangunan rohani terjadi saat orang yang kita layani menerima Firman
dan bertumbuh di dalam Firman dan mengalami perubahan orientasi hidup.
Matius
7:22-23 memberikan peringatan telak bagi mereka yang memaknai secara
sempit arti kebangunan rohani sebatas kebaktian mewah dengan ditandai
exorsisme dan penyembuhan. Mari kita baca teks Matius 7:22-23 sbb: “Pada
hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuan, Tuan,
bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu,
dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku
akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah
mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!
Mengapa
Yesus mengatakan tidak mengenal mereka yang telah melakukan
sebagaimana yang Dia perintahkan yaitu mengusir setan, bernubuat dan
melakukan penyembuhan? Bukan hanya tidak mengenal melainkan Yesus
mengatakan bahwa mereka “pembuat kejahatan?” Karena mereka sekalipun
melakukan apa yang diperintahkan namun mereka tidak memiliki hubungan
yang benar dengan Yahweh Bapa Surgawi dan Yesus Sang Mesias. Karena
mereka tidak memiliki hubungan yang benar maka mereka tidak mengetahui
kehendak Bapa dan tidak melakukan kehendak Bapa sebagaimana dikatakan
dalam Matius 7:21 sbb: “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku:
Tuan, Tuan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang
melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.
Apakah
kehendak Bapa di Sorga itu? Untuk menemukan apa kehendak Bapa dalam
konteks ayat ini, kita kembali kepada kata “pembuat kejahatan” yang
merupakan terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia. Kata ini dalam bahasa
Yunaninya dipergunakan kata ανομιαν (Anomian) dari kata A-NOMOS.
Kata
NOMOS dalam Septuaginta (TaNaKh atau lazim disebut sebagai Kitab
Perjanjian lama terjemahan bahasa Yunani) dipergunakan untuk
menerjemahkan kata TORAH. Kata Yunani NOMOS dapat menunjuk pada Torah
dan hukum pada umumnya atau hukum rohani. Baik Kitab PL dan PB
menggunakan istilah NOMOS dalam pengertian tersebut.
“Taurat
(nomos) YHWH itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan YHWH itu teguh,
memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman.” (Mzm 19:7)
“dan
banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: "Mari, kita naik ke
gunung YHWH, ke rumah Tuhan Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang
jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion
akan keluar pengajaran (Torah) dan firman YHWH dari Yerusalem." (Yes 2:3)
"Janganlah
kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat (nomon)
atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan
untuk menggenapinya” (Mat 5:17)
“Bukankah
Musa yang telah memberikan hukum Taurat (nomon) kepadamu? Namun tidak
seorangpun di antara kamu yang melakukan hukum Taurat itu. Mengapa kamu
berusaha membunuh Aku?" (Yoh 7:19)
“Mendengar
itu mereka memuliakan Tuhan. Lalu mereka berkata kepada Paulus:
"Saudara, lihatlah, beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan
mereka semua rajin memelihara hukum Taurat” (nomou, Kis 21:20)
"Segala
sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah
demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat (nomos)
dan kitab para nabi” (Mat 7:12)
Kita tahu bahwa hukum Taurat (nomos) itu baik kalau tepat digunakan” (1 Tim 1:8)
“...kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum (nomos) yang menentang hal-hal itu” (Gal 5:23)
“Sebab
keinginan daging adalah perseteruan terhadap Tuhan karena ia tidak
takluk kepada hukum Tuhan (nomou); hal ini memang tidak mungkin
baginya” (Rm 8:7)
Kata
Yunani ANOMOS dapat menunjuk pada pelanggaran terhadap Torah dan hukum
pada umumnya atau hukum rohani. Baik Kitab PL dan PB menggunakan
istilah NOMOS dalam pengertian tersebut.
“Pada
waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku
tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian
pembuat kejahatan!"(anomian, Mat 7:23)
“Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Tuhan (anomian), sebab dosa ialah pelanggaran hukum Tuhan” (1 Yoh 3:4)
“Engkau
mencintai keadilan dan membenci kefasikan (anomian); sebab itu Tuhan,
Tuhan-Mu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan,
melebihi teman-teman sekutu-Mu." (Ibr 1:9)
“Aku
mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama
seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba
kecemaran dan kedurhakaan (anomian) yang membawa kamu kepada
kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan
anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada
pengudusan” (Rm 6:19)
“Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan (anomian), maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin” (Mat 24:12)
“Anak
Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan
mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang
melakukan kejahatan (anomian) dari dalam Kerajaan-Nya” (Mat 13:41)
Dari
pengkajian atas kata ANOMOS, maka istilah ini dapat diterjemahkan
dengan “mengabaikan Torah”, “mengabaikan Ajaran”, “mengabaikan
Syariat”.
The Scriptures menerjemahkan sbb: “And then I shall declare to them, ‘I never knew you, depart from Me, you who work lawlessness![28] Dan Restoration ScripturesAnd then I will profes to them, I never knew you; depart from Me, you that work Torah-less-ness[29] menerjemahkan sbb: “
Mengapa
Torah? Karena Torah adalah kehendak Tuhan. Torah diberikan oleh Tuhan
Yahweh sebagai panduan untuk mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama
manusia. Yesus bersabda demikian, "Janganlah kamu menyangka, bahwa
Aku datang untuk meniadakan Torah atau kitab para nabi. Aku datang
bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini,
satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari Torah, sebelum
semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah
Torah sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada
orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam
Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala
perintah-perintah Torah, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam
Kerajaan Sorga” (Mat 5:17-19).
Mengapa Torah? Karena Torah membedakan mana yang tahor (bersih) dan mana yang tame (kotor). Yekhezkiel 22:26 mengatakan, “Imam-imamnya
memperkosa Torah-Ku dan menajiskan hal-hal yang kudus bagi-Ku, mereka
tidak membedakan antara yang kudus dengan yang tidak kudus, tidak
mengajarkan perbedaan yang najis dengan yang tahir, mereka menutup mata
terhadap hari-hari Sabat-Ku. Demikianlah Aku dinajiskan di
tengah-tengah mereka”.
Rasul Paul mengatakan, “Kita tahu bahwa Torah itu
baik kalau tepat digunakan, yakni dengan keinsafan bahwa Torah itu
bukanlah bagi orang yang benar, melainkan bagi orang durhaka dan orang
lalim, bagi orang fasik dan orang berdosa, bagi orang duniawi dan yang
tak beragama, bagi pembunuh bapa dan pembunuh ibu, bagi pembunuh pada
umumnya, bagi orang cabul dan pemburit, bagi penculik, bagi pendusta,
bagi orang makan sumpah dan seterusnya segala sesuatu yang bertentangan
dengan ajaran sehat yang berdasarkan Injil dari (Tuhan) yang mulia dan maha bahagia, seperti yang telah dipercayakan kepadaku” (1 Tim 1:8-10).
Mengapa
Torah? Karena Torah adalah pedoman setelah kita menerima keselamatan
di dalam Yesus Sang Mesias sebagaimana dikatakan, “Ketika kami tiba
di Yerusalem, semua saudara menyambut kami dengan suka hati. Pada
keesokan harinya pergilah Paulus bersama-sama dengan kami mengunjungi
Yakobus; semua penatua telah hadir di situ. Paulus memberi salam kepada
mereka, lalu menceriterakan dengan terperinci apa yang dilakukan Tuhan
di antara bangsa-bangsa lain oleh pelayanannya. Mendengar itu mereka
memuliakan Tuhan. Lalu mereka berkata kepada Paulus: "Saudara,
lihatlah, beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan mereka
semua rajin memelihara Torah”(Kis 21:17-20).
Mengapa Torah? Karena Torah membuat kita pandai dan bijaksana sebagaimana dikatakan, “Betapa
kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. Perintah-Mu
membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab
selama-lamanya itu ada padaku. Aku lebih berakal budi dari pada semua
pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan. Aku lebih
mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu” (Mzm 119:97-100)
Reformasi Yosia & Kebangunan Rohani Israel: Studi Kasus 2 Tawarikh 34:1-33
Raja
Yosia (יאשׁיהו:Yosiyahu) memerintah sebagai raja dalam usia yang belia
yaitu pada usia delapan tahun dan lama pemerintahannya adalah tiga
puluh satu tahun (2 Taw 34:1). Kualitas kerohanian Yosia sangat baik
sebagaimana dikatakan, “Dia melakukan apa yang benar di mata Yahweh dan hidup seperti Daud, bapa leluhurnya, dan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri”(2
Taw 34:2). Tiga kata Ibrani yang merefleksikan kerohanian Yosia adalah
הישׁר (yashar) yang artinya “lurus”, “benar”, “jujur” dan ילך (yelek)
dari kata “halak” yang artinya “berjalan” atau “tindakan” serta לא־סר
(lo sar) yang artinya “tidak berbalik”.
Pada
tahun kedelapanbelas pemerintahannya Yosia melakukan dua hal yaitu
mencari Tuhan dan melakukan pembenahan spiritual yaitu mentahirkan
Yehuda dan Yerusalem dari paganisme seperti dikatakan, “Pada tahun kedelapan dari pemerintahannya, ketika ia masih muda belia, ia mulai mencari Tuhan
Daud, bapa leluhurnya, dan pada tahun kedua belas ia mulai mentahirkan
Yehuda dan Yerusalem dari pada bukit-bukit pengorbanan, tiang-tiang
berhala, patung-patung pahatan dan patung-patung tuangan” (2 Taw
34:3). Apa makna לדרושׁ לאלהי דויד אביו (lidrosh le Elohey Dawid,
avi)? Mencari Tuhan adalah idiom semitik yang mengandung dua makna
yaitu, pertama “menyelidiki hukum YHWH untuk menemukan petunjuk hidup”
dan yang kedua “memohon pengampunan dan memperoleh perkenan YHWH”.
Dalam
Kitab Torah, Neviim, Kethuvim (TaNaKh) yang lazim oleh kekristenan
disebut Perjanjian Lama, kata “Carilah YHWH” muncul dibeberapa ayat al:
“dan
umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan
mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka
Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta
memulihkan negeri mereka” (2 Taw 7:14).
“Aku telah mencari YHWH, lalu Dia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku” (Mzm 34:5).
“Carilah YHWH dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!”(Mzm 105:4)
Dan
upaya reformasi oleh Yosia untuk melenyapkan jejak-jejak paganisme
(penyembahan berhala) berlanjut hingga seluruh Yerusalem dan Yehuda
tahir (2 Taw 34:4-7).
Masih
dalam tahun kedelapanbelas pemerintahan Yosia, setelah proses
pentahiran atas Yerusalem dan Yehuda selesai, dilanjutkan dengan
memperbaiki rumah YHWH dengan menyerahkan tugas pada Safab ben Azalya
dan Maaseya serta Yoah ben Yoahas (2 Taw 34:8). Tiga orang yang
dipercaya sebagai pelaksana pekerjaan ini menyerahkan uang kepada Imam
Hilkia (2 Taw 34:9). Uang tersebut akan diserahkan kepada para pekerja
untuk memulai pekerjaan perbaikan rumah YHWH (2 Taw 34:10-11).
Pada
satu kesempatan Imam Hilkia menemukan kitab Torah YHWH yang diberikan
melalui Musa (2 Taw 34:14) dan ketika kitab itu diberikan kepada Safan
(2 Taw 34:15) dan sampai ke tangan raja Yosia, maka Yosia mengalami
pencerahan batin atas apa yang didengar dari isi Torah tersebut
sehingga dia menyuruh imam Hilkia untuk meminta petunjuk seorang nabi
perempuan bernama Hulda untuk meminta petunjuk YHWH (2 Taw 34:22).
Nabiah Hulda menyampaikan firman YHWH yang berisikan (1) Penghukuman
atas ketidaktaatan Israel (2) Penegasan dan jaminan bahwa Yosia akan
mati dalam damai dan Israel akan dihindarkan dari malapetaka.
Raja
bertobat secara pribadi kepada Tuhan mengalami kebangunan rohani dan
merespon firman Tuhan dengan memanggil seluruh umat Israel baik imam
dan tua-tua serta umat untuk mengikat perjanjian dengan YHWH di rumah
YHWH (2 Taw 34:29-32). Dan Yosia menindaklanjuti dengan melarang
paganisme dan memerintahkan umat Israel hanya menyembah YHWH saja (2 Taw
34:33)
Dari
kisah di atas kita mendapatkan pelajaran berharga perihal kebangunan
rohani sejati. Penemuan Kitab Torah yang tersembunyi di rumah YHWH yang
rusak mendatangkan pencerahan batin dan pertobatan serta kebangunan
rohani secara personal terhadap Raja Yosia yang kemudian mendorongnya
untuk melakukan ikrar dan perjanjian di hadapan Tuhan YHWH atas seluruh
rakyat yang dipimpinnya untuk hanya menyembah dan melayani YHWH. Dan
peristiwa mengikat perjanjian dengan YHWH adalah sebuah kebangunan
rohani kolosal yang mempengaruhi seluruh perjalanan bangsa Israel di
masa pemerintahan Yosia.
Tahapan kebangunan rohani sejati dalam kisah Raja Yosia adalah:
- Mendengar/Memahami Firman Tuhan
- Pertobatan pribadi
- Doa
- Komitmen kepada Tuhan dan Firman-Nya
- Transformasi spiritual secara individual dan sosial
Dalam 2 Tawarik 7:14 dikatakan, “dan
umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan
mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka
Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta
memulihkan negeri mereka”
Tuhan
akan memulihkan hidup kita, memulihkan rejeki kita, memulihkan
pekerjaan kita, memulihkan gereja kita, memulihkan masyarakat kita,
memulihkan negara kita jika kita merendahkan diri dan mencari kehendak
Tuhan serta bertobat. Inilah prasyarat kebangunan rohani yang sejati.
Penutup
Kebangunan
rohani yang sejati bukanlah sebuah kegiatan meriah yang ditandai
dengan kebaktian massal dimana ada pengkhotbah terkenal dari luar kota
atau luar negeri. Kebanguna rohani sejati bukanlah semata-mata
orang-orang sakit disembuhkan d atau roh-roh jahat keluar di dalam nama
Yesus serta berbagai mukjizat dinyatakan di depan mata kita. Lebih
daripada itu, kebangunan rohani yang sejati adalah pertobatan diri yaitu
meninggalkan berbagai perbuatan daging yaitu sihir, perselisihan,
perselingkuhan, perzinahan, pembunuhan, perdukunan dll.
Saya
ingin memberikan kesaksian mengenai kebangunan rohani yang terjadi di
Gereja Kristen Jawa Tengahan (GKJ Tengahan) , Klirong, Kebumen pada
sekitar tahun 1998 saat saya masih berstatus calon pendeta. Sekarang
saya tidak melayani lagi di tempat itu. Namun kisah ini perlu saya
bagikan untuk berbagi pengalaman iman.
Tahun
1998 lalu saat saya mengadakan pertemuan pemuda-pemudi dan remaja di
dalah satu rumah warga pada malam minggu. Saat itu saya menyampaikan
kotbah singkat dari Kisah Rasul 1:8 dalam bahasa Jawa sbb: “Nanging
kowé bakal padha diparingi kasektèn, yakuwi samasa Sang Roh Suci wis
nedhaki kowé, ateges kowé wis dikwasani déning Panjenengané. Lan kowé
bakal padha dadi seksi-Ku ana ing kutha Yérusalèm, ing tanah Yudéa kabèh
lan ing tanah Samaria, malah ing salumahing bumi." Lalu saya
menjelaskan bahwa “kasekten” yang dimaksudkan disini bukanlah kemampuan
supranatural berupa kekebalan atau kemampuan magis sebagaimana
didemonstrasikan orang-orang dunia melainkan kuasa Roh Kudus yang akan
menyertai saat kita menerima Yesus dan memberikan kemampuan kepada kita
untuk bersaksi. Dan saya bertanya pada mereka, “sopo sing pengen nampa kasekten?”
(siapa yang ingin menerima kesaktian). Saya bertanya seperti itu untuk
menarik perhatian anak-anak muda karena saya tahu di antara mereka ada
yang gemar mencari ilmu-ilmu magis dan ada yang sudah memilikinya.
Semua
mengacungkan tangan, dan saya mengajak mereka bangkit berdiri
berkeliling serta menyanyikan lagu “Mukjizat Terjadi” beberapa kali.
Kemudian saya berjalan mengelilingi mereka dan menumpangkan tangan dari
kejauhan. Beberapa menit kemudian saya mendengar isak tangis beberapa
orang, lalu ada yang tiba-tiba terjatuh terlentang, lalu ada yang
berlutut, ada yang badannya bergetar, dan berbagai manifestasi
lainnya.
Saya
cukup kewalahan karena tidak menyangka akan ada “lawatan supranatural”
seperti itu dan saya hanya sendirian tidak dibantu tim atau teman
lainnya, sehingga saya harus satu persatu menangani masing-masing orang
yang mengalami manifestasi.
Saya
tumpangi tangan satu persatu di antara mereka yang mengalami
manifestasi. Ada yang menangis tiada berhenti. Ketika saya wawancarai
diantara mereka apa yang terjadi, masing-masing mengalami pengalaman
spiritual yang berbeda. Ada yang mengatakan seperti merasakan Yesus
berjalan di hati mereka, ada juga yang menceritakan bebannya diangkat,
ada pula yang mengaku menyadari dosa-dosanya dan mengalami penyesalan
yang mendalam.
Fenomena
ini terjadi sebanyak tiga kali. Dua kali di rumah warga dan satu kali
di gedung GKJ Tengahan. Dan kembali manifestasi terjadi. Ada yang
merasa gempa di sekelilingnya sehingga dia tidak kuat berdiri, ada yang
badanya terlembar membentur tembok karena dia memiliki jimat dan
mantra, dll.
Satu
hal yang saya catat, masing-masing pemuda dan remaja yang mengalami
manifestasi tersebut mengalami perubahan sikap hidup dan mereka merasa
menemukan kedamaian yang luar biasa.
Namun
sayang, peristiwa tersebut menimbulkan kontroversi dan kemarahan
majelis gereja sehingga saya dipanggil dan disidang yang berujung pada
penghentian diri saya sebagai calon pendeta walau kemudian dianulir
karena protes pemuda dan remaja atas keputusan tersebut.
Dan
ketika tahun 1999 saya menyampaikan pengajaran bahwa Yahweh adalah
nama Tuhan dan Pencipta serta Bapa Surgawi, peristiwa ini menimbulkan
kontroversi berkepanjangan. Sebagian mengikuti pengajaran saya dan
sisanya meninggalkan saya. Melalui berbagai persidangan panjang maka
dikeluarkanlah surat keputusan untuk menghentikan aktivitas saya selaku
calon pendeta di GKJ Tengahan, Klirong-Kebumen.
Namun Tuhan tidak membiarkankan firman-Nya terbelenggu. Sebagaimana dikatakan dalam Yesaya 55:11, “demikianlah
firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku
dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan
akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya”, sekarang saya
tetap memberitakan kuasa Yesus Sang Mesias dan memberitakan nama Yahweh
sebagai nama Tuhan Pencipta dan Bapa Surgawi serta visi Kekristenan
yang “Back to Hebraik Root” (kembali ke akar Ibrani) melalui media
internet yaitu www.messianic-indonesia.com serta blog
teguhhindarto.multiply.com serta akun facebook dengan nama shem tov
Apa
yang saya tuliskan merupakan hasil pergumulan dan penelitian
berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Saya selalu mengalami kebangunan
rohani yang terus menerus dan saya membagikan pada setiap orang agar
merekapun mengalami pembaruan dan kebangunan rohani yang sejati.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih Karena anda telah Mengirimkan Komentar, Tuhan Memberkati